Selasa, 18 Maret 2014

Ateisme dan Agnotisme Bertentangan Dengan Ilmu Pengetahuan



http://www.youtube.com/watch?v=7WSkI1Vly5o&feature=player_embedded


Pada tulisan kali ini kita akan fokus membahas ateisme. Aku ingin memulainya dengan membaca kutipan F.W. Norwood “Tragedi terbesar kehidupan adalah ketika seseorang kehilangan Tuhan dan tidak merindukan-Nya.” Para ateis mengaku mereka bisa menjelaskan keberadaan manusia melalui ilmu pengetahuan, melalui Big Bang, dan evolusi karena jawaban ini memuaskan mereka. Masalahnya teori Big Bang dan evolusi bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Kenapa? Karena prinsip umum dari ilmu pengetahuan adalah konsep entropi. Entropi adalah sebuah prinsip yang mengatakan semua akan menjadi kacau kecuali ada yang mengendalikannya. Jika ada yang mengatur dalam suatu proses, barulah proses itu berjalan dengan teratur.
Dan tidak peduli apakah kau membicarakan tentang kamar anakmu, wastafel dapur, atau reaksi kimia yang rumit. Jika tidak ada yang mengurus kamar anakmu, maka kamar anakmu akan jadi berantakan. Jika tidak ada yang membersihkan cucian kotor di wastafel dapur maka mereka makin bertumpuk, dan jika tidak ada yang mengendalikan reaksi kimia maka dia akan berantakan dan terkadang menjadi bencana. Jika tidak ada yang mengatur suatu proses maka hal itu akan menjadi kacau. Dengan begitu, melalui proses yang menjadikan adanya keteraturan, maka harus ada kekuatan yang mengendalikan proses tersebut.
Tapi apakah kita dapat percaya bahwa Big Bang, kejadian yang paling dashyat dalam sejarah, dimana semua materi dan energi di jagat raya berkumpul dalam sebuah inti yang sangat padat kemudian meledak hingga menciptakan jagat raya yang diameternya 240.000.000.000.000.000.000.000 mil dan hal ini terjadi karena kebetulan? Dan ledakan ini bukannya menghasilkan kekacauan tapi malah menghasilkan kesempurnaan dalam harmoni? Dan milyaran galaksi tapi tidak satupun yang bertabrakan satu sama lain?
Dan juga apakah kita harus percaya bahwa evolusi yang merupakan proses perkembangan elemen-elemen primitif, amino acid yang merupakan dasar dari terbuatnya dinding protein yang berkembang menjadi organisme bersel tunggal. Kemudian organisme bersel tunggal berevolusi dalam jangka waktu jutaan tahun menjadi berbagai macam makhluk hidup dan hal ini menciptakan keberagaman kehidupan? Sekali lagi proses ini seharusnya menjadi kacau jika tidak ada yang mengendalikan bukan malah menjadi sempurna. Karena alasan itu, para peneliti sekarang telah memungkiri konsep evolusi dan memberi label “The Intelligent Design.” Mereka menyimpulkan tidak mungkin semua ini terjadi tanpa ada pengendalian dari kuasa yang lebih tinggi.
Dan ada masalah lain juga, contohnya evolusi atau seleksi alam bisa menceritakan tentang keragaman hayati. Dia dapat menjelaskan mengapa kuda jutaan tahun lalu bertubuh pendek dan kemudian mereka menjadi tinggi. Dia dapat menjelaskan darimana asalnya dinosaurus dan kemana mereka pergi.
Tapi yang tidak dapat dijelaskan adalah keberadaan nyawa. Darimana asal nyawa dan bagaimana mungkin nyawa juga berevolusi? Darimana kehidupan berasal? Ketika makhluk hidup atau hewan mati, terkadang organnya masih berfungsi. Jika organnya masih berfungsi, tapi kenapa tubuhnya mati? Kemana hidupnya pergi dan darimana asalnya? Kita bisa mentransplantasi hampir semua organ di tubuh, kita bisa membuat sebuah Frankenstein, tapi tak seorangpun yang dapat membuatnya hidup. Bahkan semua ilmuwan di seluruh dunia tidak bisa menciptakan sayap seekor lalat. Kita tidak bisa menciptakan makhluk hidup sama sekali.
Dan ada sebuah pepatah yang mengatakan “There’s no atheist in a foxhole.” Yang berarti semua orang pernah mengalami panik dan putus asa. Pada masa-masa itu mereka meminta bantuan tidak kepada siapapun, kecuali kepada Sang Pencipta. Kata yang terucap adalah “Oh Tuhan tolong aku” bahkan dari mulut seorang ateis.
Seorang penyair Inggris, Elizabeth Browning dalam The Cry of the Human menuliskan dua buah bait yang sangat indah “Dan mulut mengatakan: Tuhan kasihanilah aku tapi dia tidak pernah mengatakan terpujilah Tuhan.” Akan datang suatu masa ketika semua manusia dikumpulkan pada hari kiamat dan mereka yang tidak pernah mengagungkan Tuhan memohon agar Tuhan mengampuni mereka. Tapi bagaimana mungkin mereka mengharapkan ampunan dari Tuhan yang tidak pernah mereka kenal dan tidak pernah sembah? 
Do’a seorang skeptis adalah awal yang bagus. Bagi kalian yang tahu bagaimana kisahku masuk Islam, ketahuilah bahwa kisahku dimulai dengan do’a orang skeptis. Do’a yang kupanjatkan adalah “Oh Tuhan jika memang Kau ada...” Aku bahkan tak yakin akan adanya Tuhan karena aku seorang ateis pada waktu itu. Banyak orang berpikir bahwa aku orang Kristen dan aku masuk Islam melalui Kekristenan, tapi itu tidaklah benar. Aku tadinya seorang ateis yang menjadi religius, yang mencari kebenaran tapi tidak dapat menemukannya dalam Kekristenan. Akhirnya aku menemukannya dalam Islam. Aku adalah seorang ateis yang berdo’a “Oh Tuhan jika Kau ada, tolonglah aku dan tuntunlah aku.” Dan aku berjanji, jika Tuhan menuntunku ke dalam agama yang paling menyenangkan-Nya, maka aku akan mengikutinya. Dan itu adalah do’a yang dapat dilakukan siapapun. Berdo’alah kepada Pencipta kita seperti itu.
Jadi ketika kita melihat masa lalu, kita akan melihat orang-orang terkenal membicarakan hal ini, Francis Bacon berkomentar:
Aku lebih baik percaya semua dongeng dan legenda dalam Talmud dan Al-Qur’an daripada percaya bahwa jagat raya yang sempurna ini tanpa ada yang mengendalikan. Tuhan tidak pernah menciptakan keajaiban untuk meyakinkan para ateis, karena ciptaan-Nya yang biasa sudah cukup meyakinkan.”
Lebih banyak seseorang belajar tentang keragaman hayati, maka seharusnya mereka tahu bahwa hal ini tidak mungkin terjadi karena kebetulan. Sekali lagi, jika kita lihat teori evolusi, bagaimana mungkin mereka malah menghasilkan kesempurnaan bukannya kekacauan? Jika kita melihat sebuah gedung, maka kita tahu bahwa ada seorang arsitek, kita melihat sebuah patung, maka kita tahu bahwa ada seorang pembuat patung, kita lihat sebuah lukisan, maka kita tahu ada pelukisnya, tapi mengapa jika kita melihat makhluk hidup, kita tidak mengenal adanya Pencipta? 
Banyak orang gagal melihat aspek kehidupan yang mereka anggap “tidak bersifat Ketuhanan.” Mereka berkata “Bagaimana mungkin jika Tuhan itu ada, tragedi ini dan itu masih saja terjadi?” Tapi siapa diri kita sehingga berani mempertanyakan metode dari Pencipta kita? Ya, ada sebagian bayi yang mati. Dan juga ada pepatah yang mengatakan “Siapa yang dicintai Tuhan, akan mati muda.” Dapatkah seseorang mengerti pepatah ini? Aku mengerti. Hal itu masuk akal bagiku. Jika ada siapapun yang ditanya “Apa yang lebih kau inginkan, untuk melanjutkan hidup ini atau langsung pergi ke surga?” Mereka tentu langsung ingin menuju surga. Jadi apakah kematian seorang bayi adalah tragis? Menurutku, itu bukanlah kematian, itu adalah tahap menuju kehidupan selanjutnya.
Banyak ateis angkat mengatakan “Bagaimana mungkin tragedi ini terjadi dan kau masih menganggap Tuhan ada?” Dan aku hanya ingin memberitahukan bahwa tidak semuanya merupakan tragedi bagi orang yang mengalaminya. Seorang anak yang mati dan pergi ke surga, jika dia ditanya ketika mereka di surga, apakah itu merupakan sebuah tragedi atau nikmat Tuhan, tentunya mereka akan mengatakan “Ini adalah nikmat dari Tuhan.” Jadi semua ini hanyalah menurut sudut pandang masing-masing orang.
Dan dalam kehidupan dunia ini, orang-orang pilihan Tuhan-lah yang mengalami cobaan terbesar. Mereka direndahkan oleh kaumnya sendiri, disiksa, dibunuh, anak-anak mereka ada yang mati. Jadi kita harus mengerti bahwa hidup ini merupakan ujian. Hidup ini adalah tempat membuktikan apakah kita layak menerima hadiahnya dalam kehidupan akhirat. Surga itu diraih dengan usaha, kau meraihnya lewat kesusahan, bukan dari kesenangan duniawi.
Satu hal yang ingin kusimpulkan adalah tidak seorang pun yang ingin mengakhiri sebuah kejadian yang menyenangkan dengan tragedi. Tidak seorang pun yang pergi bersenang-senang di suatu kota, kemudian kecopetan, dan menyimpulkan “Wow, itu menyenangkan, aku ingin merasakannya lagi.” Tidak seorang pun yang mengalami pengalaman paling menyenangkan tapi pada akhirnya berakhir dengan sebuah tragedi yang menyedihkan, dan menyimpulkan bahwa itu menyenangkan. Begitu juga, kita seharusnya tidak melihat hidup ini sebagai waktu untuk bermain-main dan pada akhirnya malah masuk neraka di akhirat.
Tapi, seperti yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an “Kehidupan di dunia ini adalah sedikit saja dari kesenangan hidup di akhirat.” Kesenangan duniawi yang didapat para kriminal tidak setimpal dengan hukuman yang akan mereka terima di akhirat.
Jarang ada makan siang gratis di dunia ini. Setiap orang tahu, jika kau ingin dibayar dalam tempat kerjamu, maka kau harus bekerja. Jika kau lalai, maka kau akan dipecat. Sebuah produk yang tidak memuaskan akan dibuang. Jika kita diumpamakan sebuah produk dan kita tidak memuaskan, maka kita akan masuk neraka.
Sekali lagi aku akan kutip ayat Al-Qur’an “Dan Aku tidak menciptakan golongan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.” Jadi itulah pekerjaan kita, untuk melayani dan menyembah Pencipta kita. Seperti yang dikatakan Francis Bacon:
“Mereka yang menolak Tuhan berarti menghancurkan kehormatan manusia. Karena pastinya jasmani manusia sama dengan hewan. Jika dia tidak merindukan Tuhan dengan jiwanya, maka dia adalah hewan dan makhluk yang hina.”
Semoga kita semua dijauhkan dari ateisme. Jika kau tidak percaya adanya Tuhan, maka jadi sukar untuk beribadah kepada Tuhan. Solusinya adalah berdo’a dengan tulus dan meminta kepada Sang Pencipta “Oh Tuhan jika kau ada, maka tuntunlah aku kedalam agama kebenaran. Dan jika memang ada agama kebenaran, maka aku akan mengikutinya.” Jika kau berdo’a dengan ikhlas dan tulus, Insya Allah Sang Pencipta menjawab do’a itu.
Sekarang kita akan mendiskusikan agnotisme. Agnotisme adalah orang-orang yang tidak tahu bagaimana caranya agar percaya pada Tuhan. Konsep agnotisme adalah a-nostik, “tidak mengetahui” atau tidak dapat membuktikan. Dibaca dari huruf latinnya, “a” berarti tidak dan “nostik” berarti pengetahuan. 
Jadi mereka tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan. Menurut definisi Thomas Henry Huxley yang menciptakan istilah agnotisme, mereka bisa saja orang Kristen, seorang Yahudi, atau Muslim, dan mereka dikategorikan agnostik. Maksudnya mereka percaya dan menyembah Tuhan, tapi mereka tidak bisa membuktikan keberadaan Tuhan. Apa yang membuat hati seseorang menjadi yakin tentang adanya Tuhan? Pengetahuan religius tidak seperti pengetahuan akademis. Dia berasal dari hati dan juga intelektual. Pengetahuan agama dan menjadi yakin akan adanya Sang Pencipta, merupakan hadiah dari Pencipta kita. 
Jadi seseorang bisa mengaku sebagai seorang ateis  atau agnostik dan ideologi itu memuaskan mereka. Tapi ada banyak hal dalam kehidupan yang tidak dapat dibuktikan. Misalnya kau tidak bisa melihat gravitasi. Pada dasarnya kau tidak bisa melihat sebuah black hole, meskipun ada bukti-bukti yang menunjukkan keberadaan black hole. Kau juga tidak dapat membuktikan rasa laparmu, kau tidak dapat membuktikan sakit kepalamu. Kau dapat menunjukkan gejala-gejalanya tapi kau tidak dapat membuktikannya. Kita mempercayai gravitasi, entropi, lubang hitam. Emosi kita merasakannya dan ada bukti-bukti kuat yang menandakan keberadaan mereka. Dan begitu juga bukti-bukti yang sangat banyak membuktikan bahwa memang ada Sang Pencipta. Seseorang bertanya “Mengapa kau percaya adanya Tuhan?” Dan dia menjawab:
Jika aku melihat jejak kambing, maka aku tahu pasti ada domba atau kambing yang lewat. Jika aku melihat jejak kaki unta, aku tahu pasti ada seekor unta. Dan jika aku melihat jejak manusia, maka aku tahu ada orang yang lewat. Dan jika aku melihat makhluk hidup, maka aku tahu adanya Sang Pencipta.”
Jadi bagi mereka yang tidak yakin akan adanya Tuhan, jangan berputus asa karenanya. Berdo’alah kepada Sang Pencipta agar Dia menunjukkannya kepadamu. Berdo’alah, “Oh Tuhan, jika Kau ada...” Dengan begitu, aku harap suatu hari nanti kita semua percaya keberadaan Tuhan. Dan ketika kita percaya, langkah berikutnya adalah untuk menelusuri rantai wahyu dan sampai pada agama kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar