Selasa, 18 Maret 2014

HARAMNYA SEPILIS

13 7 comments
Definisi Sepilis

"SEPILIS" adalah singkatan dari SEKULARISME, PLURALISME dan LIBERALISME.

SEKULARISME ialah suatu isme (aliran pemikiran/pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta "mengimani" bahwa agama harus dipisah dari negara, sehingga dalam mengelola negara tidak boleh membawa simbol / atribut agama apalagi ajaran agama. Dalam prakteknya, SEKULARISME telah menjadi suatu IDEOLOGI yang ANTI AGAMA, bahkan MEMUSUHI AGAMA.

PLURALISME ialah suatu isme (aliran pemikiran / pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta “mengimani” bahwa semua agama SAMA dan BENAR, sehingga SIAPA PUN - termasuk Nabi dan Rasul sekali pun - TIDAK BERHAK mengklaim ajaran agamanya yang paling benar. Dalam prakteknya, PLURALISME telah menjadi suatu IDEOLOGI LINTAS AGAMA yang mencampur- adukkan ajaran semua agama.

LIBERALISME ialah suatu isme (aliran pemikiran / pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta "mengimani" banwa nash AI-Qur'an dan As-Sunnah harus tunduk kepada AKAL dan bahwasanya manusia memiliki KEBEBASAN MUTLAK. sehingga SIAPA PUN - termasuk Tuhan sekali pun - TIDAK BERHAK untuk mewajibkan / mengharamkan sesuatu atas manusia Karena WAJIB / HARAM adalah pemasungan kebebasan dan pemerkosaan HAM. Dalam prakteknya, LIBERALISME telah menjadi suatu IDEOLOGI yang MEMBOLEHKAN berbagai kemunkaran, seperti pornografi / pornoaksi, perzinahan, homosex, lesbian, pelacuran. pemurtadan, aliran sesat dan penistaan agama.

FATWA MUI No. 7 Tahun 2005

Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme Agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan hukumnya HARAM.

PLURALISME tidak sama dengan PLURALITAS

Islam menolak PLURALISME karena merupakan IDEOLOGI PENCAMPUR-ADUKKAN AQIDAH. Tapi Islam menerima PLURALITAS karena merupakan SUNNATULLAH sebagai Dinamika Kehidupan yang menghargai keragaman kemajemukan dan kebhinekaan.

Karenanya, umat Islam bisa hidup berdampingan dengan umat beragama lain secara damai penuh toleran, saling menghargai dan menghormati. Tiap umat beragama bebas meyakini kebenaran agamanya masing-masing. dan bebas untuk tidak menerima kebenaran agama lain, namun tidak boleh menistakannya. Mereka tidak boleh dipaksa untuk membenarkan agama lain sebagaimana yang dilakukan KAUM SEPILIS.

Intinya, Islam sangat menghargai KEBEBASAN BERAGAMA, tapi menolak PENCAMPUR-ADUKAN AGAMA dan PENODAAN AGAMA.

BUKTI KESESATAN SEPILIS

Buku FIQIH LINTAS AGAMA karya Tim Penulis PARAMADINA yang terdiri dari Prof DR. Nurcholish Majid (Pendiri Paramadina), Prof. DR. Komaruddin Hidayat (RektorUIN Jakarta), DR. Kautsar Azhari Noer (Dosen UIN Jakarta), DR. Zainun Kamal (Dosen UtN Jakarta). KH, Masdar F. Mas'udi (Ketua PBNU), Zuhain Misrawi, Lc (Kader Muda NU dan anggota Baitul Muslimin Indonesia–PDIP), Budhy Munawar Rachman (Dir. Program Paramadina), Ahmad Gaus AF (Dir. Publikasi Liberal for All Foundation - USA), dan sebagai Editor; Mun'im A. Sirry, MA (Peneliti Paramadina). Diterbitkan oleh Yayasan Waqaf Paramadina & The Asian Foundation, tahun 2004. Isi bukunya sebagai berikut:

  • Menghina FIQIH sebagai belenggu kehidupan dan memfitnahnya sebagai ajaran yang mendiskreditkan agama lain, bahkan sebagai penyebar kebencian dan kecurigaan terhadap agama Islam. (Kata Pengantar hal. ix dan Mukadimah hal. 2).
  • Mengnina periode dan generasi AS-SALAF ASH-SHOLIH sebagai penyebab kebekuan pemahaman, dan memfitnah IMAM SYAFI'I sebagai penyebab tidak berkembangnya pemikiran Islam lebih dua belas abad. (Mukadimah hal 4- 5).
  • Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah DISKRIMINATIF, EKSKLUSIF dan FUNDAMENTALISTIK. (hal. 142).
  • Umat beragama apa pun tidak kafir, karena semua agama sama dan benar. sehingga tidak boleh ada yang mengklaim bahwa agarnanya yang paling benar. (hal 133, 167, 206 - 207).
  • Atas Dasar HIKMAH dan KEMASLAHATAN persaudaraan, persahabatan, kedamaian, kerukunan, solidaritas, persatuan dan kehangatan pergaulan antar umat beragama, maka :
  • BOLEH mengucapkan SALAM kepada NON MUSLIM, bahkan WAJIB menjawab salam mereka. (hal. 72. 77 - 76).
  • BOLEH mengucapkan SELAMAT NATAL alau Selamat Hari Besar Agama apa pun, bahkan BOLEH ikut merayakannya (hal.84-85).
  • BOLEH MENDO'AKAN dan MINTA DO'A dari NON MUSLIM, termasuk DO'A BERSAMA, bahkan semua itu DIANJURKAN. (hal. 102 -103, 107).
  • BOLEH MASUK MASJID mana saja dan kapan saja bagi NON MUSLIM, termasuk MASJIDIL HARAM dan MASJID NABAWI. (hal. 110 & 118).
  • Hukum JIZYAH melecehkan NON MUSLIM, maka harus DINASAKH. (hal.151- 152).
  • BOLEH Kawin Beda Agama dan HARUS ada Waris Beda Agama (hal. 164 & 167).

Buku LOBANG HITAM AGAMA karya Sumanto AI-Qurtuby (alumnus IAIN Semarang) dengan Pengantar : Ulil Abshar Abdalla (Kader Muda NU, Pendiri JIL dan Dir. Freedom Institute), dan di-endos cover yang penuh pujian oleh : Gus Dur (Mantan Ketua PBNU & Mantan Presiden RI), DR. Moeslim Abdurrahman (Cendikiawan Muhammadiyah), Anif Sirsaeba Alafsana (Pengasuh Pesantren Karya Basmala Indonesia), Ahmad Tohari (Budayawan), dan Trisno S. Sutanto (Pengamat Sosial dan Keagamaan). Diterbitkan oleh Ilham Institute dan Rumah Kata, tahun 2005. Isinya sebagai berikut :

  • Agama bukan produk Tuhan (hal. 31).
  • Agama adalah penjajah budaya dan pemasung intelektual (hal. 55 & 58).
  • Agama mematikan akal dan nalar (hal. 59).
  • Agama sumber konflik dan pembawa bencana (hal 83 & 37).
  • Islam adalah strategi budaya Muhammad dan merupakan sinkretik, serta campuran budaya: Judaisme, Kristianisme dan Arabisme (hal 216. 217 dan 225).
  • Penulisan bahasa arab adalah Arabisme (hal. 22S)
        
PENISTAAN TERHADAP AL-QUR'AN :
  • Kemaslahatan lebih diutamakan daripada ayat-ayat Tuhan (hal. 31).
  • Umar ikut menciptakan Al-Qur'an (hal. 32).
  • Teks Al-Qur'an tidak autentik (hal. 34 & 37).
  • Nabi dan para sahabat adalah para pencipta Al-Qur'an (hal. 43).
  • Al-Qur'an angker dan perangkap bangsa Quraisy, serta dibuat oleh manusia dan bukan kitab suci (hal. 64 - 65)
  • Al-Qur'an membelenggu kebebasan dan rnenciptakan tragedi kemanusiaan (hal. 117).
  • Muhammad, Islam dan Al-Qur'an tidak terlepas dari distorsi / penyimpangan (hal. 126).
  • Kandungan Al-Qur'an kontroversi (hal. 142).
  • Al-Qur'an saja bermasalah, apalagi Kitab Kuning (hal. 146).

PENISTAAN TERHADAP NABI, SHAHABAT & ULAMA :
  • Utsman pelaku nepotisme dan keliru membuat mushaf Al-Qur'an (hal.39).
  • Nabi dan para Tokoh Non Muslim seperti : Gandhi, Luther, Bunda Terresa & Romo Mangun bersama-sama menunggu di Surga (hal. 45).
  • Kisah Heroik Para Nabi dan Mu'jizatnya hanya dongeng seperti : Sinetron "Saras 008” atau kisah heroik James Bond (hal. 58).
  • Nalar Politik Tirani dibentuk oleh Khulafa' Rasyidin (hal 124).
  • Para sahabat Nabi telah memperagakan Politik Islam dengan sangat sempuma mengerikannya (hal. 134).
  • Imam AI-Mawardi mengkhianati hak-hak rakyat dan seorang Rasis / Arabisme (hal150 & 155).
  • Doktrin Politik Sunni ambigu dan out of date / kadaluarsa (hal 167).
  • Al-'Asy'ari dan Al-Ma'turidi menjalin persekongkolan politik (hal. 171).
  • Ahlus Sunnah wal Jama'ah (ASWAJA) adalah sekte yang telah memanipulasi teks-teks keagamaan (hal. 229).
      
PENISTAAN TERHADAP SYARI'AT ISLAM :
  • Syari'at Islam menciptakan gerombolan mafia dan anjing-anjing penjilat kekuasaan (hal. 70).
  • Syari'at Islam diskriminatif terhadap perempuan dan non muslim (hal.131-132).
  • Formalisasi Syari'at Islam bukan hanya Utopis, tapi juga Tirani (hal. 134).        
PERNYATAAN TOKOH-TOKOH SEPILIS INDONESIA DAN JAWABANNYA
“Semua agama sama.  Semuanya menuju jalan kebenaran.  Jadi, Islam bukan yang paling benar.”  (Ulil Abshar Abdalla, dari majalah GATRA, 21 Desember 2002).

Pertanyaan pertama yang harus diajukan adalah : apakah Ulil sudah pernah melakukan studi perbandingan agama sebelumnya? Jika ya, agama-agama apa sajakah yang sudah diperbandingkannya?  Selain itu, sebagai manusia yang intelek, seharusnya ia tidak membuat klaim begitu saja, melainkan memberikan bukti-bukti yang konkrit.  Alangkah lebih baik jika ia membuat sebuah buku yang membuktikan bahwa semua agama itu sama, atau menyelenggarakan sebuah seminar tentang itu, kemudian menjadikannya sebagai rujukan dalam wawancara, agar para pembaca tidak menelan bulat-bulat apa yang dikatakannya.  Kecuali, barangkali, ia memang ingin ucapannya ditelan bulat-bulat.  Jika ini yang terjadi, maka Ulil dan Islam Liberal sebenarnya adalah sebuah gerakan ekstremis yang dilandasi oleh pemahaman yang fanatik.  Terakhir, jika memang ia menganggap semua agama itu benar, mengapa ia mencatut nama Islam dalam organisasinya?  Alangkah lebih baiknya ia menyatakan diri sebagai penganut agama liberal dan mengubah nama JIL menjadi JAL (Jaringan Agama Liberal).  Menganut paham ‘semua agama benar’ sekaligus menggunakan nama ‘Islam’ adalah suatu kontradiksi yang amat mengherankan.



“Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua kitab suci adalah mukjizat.”  (Ulil Abshar Abdalla, dari koran Jawa Pos, 11 Januari 2004).

Sekali lagi, perlu dipertanyakan (atas nama keilmiahan) sejauh mana Ulil telah melakukan penelitian dan memperbandingkan semua kitab suci dari berbagai agama.  Samakah Al-Qur’an dengan Bible?  Bagaimana Ulil bisa berpendapat bahwa semua kitab suci adalah mukjizat?  Di manakah bukti-bukti kongkritnya?  Jika ia tidak bisa menjawab, maka sekali lagi, jelaslah bahwa JIL adalah organisasi ekstremis yang anggotanya fanatik dan taqlid buta pada pemimpinnya.



“Karenanya, yang diperlukan sekarang ini dalam penghayatan masalah pluralisme antaragama, yakni pandangan bahwa siapa pun yang beriman – tanpa harus melihat Agamanya apa – adalah sama di hadapan Allah.  Karena, Tuhan kita semua adalah Tuhan Yang Satu.”  (Budhy Munawar Rahman, dari buku Wajah Liberal Islam di Indonesia terbitan JIL).

Tentu saja Tuhan kita semua adalah Tuhan Yang Satu, Yang Maha Esa.  Apa pun agamanya, hanya ada satu ilah yang memegang kuasa penuh dan tak tertandingi.  Namun masing-masing agama memiliki definisi yang berbeda tentang ilah ini.  Umat Islam percaya pada Allah, umat Kristiani percaya pada konsep trinitasnya.  Samakah Allah dalam pemahaman agama Islam dengan konsep trinitas yang dipegang teguh oleh umat Kristiani?  Rasanya saya belum pernah mendengar ada orang yang mengatakan bahwa kedua konsep ketuhanan ini sama.  Selain itu, nampaknya Budhy Munawar Rahman ini khawatir bahwa memberikan predikat ‘kafir’ pada umat agama lain akan memicu kekerasan antarumat beragama.  Padahal, secara bahasa, ‘kafir’ berasal dari kata yang sama dalam bahasa Arab yang artinya ‘ingkar’.  Orang yang kafir adalah orang yang ingkar terhadap sesuatu (dalam hal ini ingkar terhadap ajaran Islam).  Tidak ada konsekuensi yang buruk sama sekali atas keingkarannya itu, karena Islam tidak merasa perlu memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam.  Kekhawatiran kaum liberalis ini nampaknya mereka warisi dari para mentornya yang berasal dari Eropa yang masih trauma dengan peristiwa inkuisisi, yaitu pembantaian besar-besaran terhadap siapa saja yang dikategorikan ‘kafir’ oleh pihak Gereja.



“Jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri terdiri dari banyak pintu dan kamar.  Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama memasuki kamar surganya.  Syarat memasuki surga ialah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan dan ketakutan, tanpa melihat agamanya.  Inilah jalan universal surga bagi semua agama.  Dari sini, kerja sama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin.”  (Abdul Munir Mulkhan, dari buku Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar).

Pertama, ia mengawali pernyataan ini dengan kata “jika”.  “Jika semua agama memang benar sendiri…..” artinya adalah “belum tentu semua agama memang benar sendiri…..”.  Dengan sendirinya, semua pernyataan setelah itu adalah sebuah hipotesa belaka dan tidak perlu dianggap sebagai sebuah fakta, karena ia juga tidak pernah mengajukan secuil bukti dalam bentuk apa pun.  Kedua, ia melakukan sebuah kesalahan fatal, yaitu dengan menganggap dirinya sudah sama dengan Tuhan atau mampu berpikir layaknya Tuhan.  Dari mana datangnya teori bahwa semua agama pasti diridhai oleh Allah?  Entahlah!  Saya rasa tidak perlu dijawab, karena ia sendiri tidak mengajukan alasan apa pun.  Kesalahan fatal ketiga adalah dengan mengatakan bahwa teorinya (yaitu dengan menganggap semua agama sama) adalah pembuka jalan bagi kerja sama dan dialog antarumat beragama.  Kenyataannya, kerja sama dan dialog dapat terjadi tanpa harus mengakui teori Abdul Munir Mulkhan tersebut.  Saya menganggap kalimat terakhirnya itu adalah sebentuk megalomania yang menganggap bahwa teorinya adalah teori sapu jagat yang bisa menyelesaikan masalah.



“Jadi, pluralisme sesungguhnya adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.”  (Nurcholis Madjid, dari buku Islam Doktrin dan Peradaban).

Perlu dipahami bahwa pluralitas dan pluralisme adalah dua hal yang berbeda.  Pluralitas adalah fakta bahwa manusia diciptakan dalam keadaan yang berbeda-beda, sedangkan pluralisme (menurut definisi Nurcholis Madjid sendiri, namun tidak disetujui oleh Frans Magnis Suseno) adalah paham yang mengatakan bahwa semua agama itu sama, yaitu sama-sama benar.  Apakah paham ini adalah sunnatullah?  Apakah ia tak dapat dilawan?  Sebaiknya Nurcholis Madjid bersikap bijak dan menunggu hingga akhir jaman untuk melihat bukti apakah paham ini bisa dilawan atau tidak.  Kenyataannya, banyak orang yang sedang berjuang untuk melawannya.  Salah satunya adalah saya sendiri.  Jadi, kalau Cak Nur bilang bahwa pluralisme tidak mungkin dilawan, maka saya akan menjawab : “We’ll see.



“Prinsip lain yang digariskan oleh Al-Qur’an adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan dengan begitu, layak memperoleh pahala dari Tuhan.  Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide mengenai pluralisme keagamaan dan menolak eksklusifisme.  Dalam pengertian lain, eksklusifisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur’an.  Sebab Al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya.”  (Alwi Shihab, dari buku Islam Inklusif ; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama).

Agaknya Alwi Shihab terlalu bersikap curiga pada umat Islam sampai-sampai perlu diinklusifkan.  Padahal sudah sejak dahulu umat Islam tidak pernah bersikap eksklusif, bahkan berhubungan baik dengan agama mana pun.  Jika memang ada sebagian Muslim yang bersikap ofensif terhadap umat agama lain, maka yang perlu dilakukan adalah menasihatinya untuk kembali pada ajaran Rasulullah saw., bukan mengarang-ngarang ajaran baru yang disebut sebagai ‘Islam Inklusif’ atau ‘Islam Pluralis’.  Embel-embel apa pun yang disandingkan dengan nama Islam menunjukkan bahwa ia bukanlah Islam murni.  Apakah Alwi Shihab hendak berkata bahwa Islam ini kekurangan sehingga perlu dilengkapi?  Sungguh sebuah gugatan yang amat tidak pantas terhadap Allah SWT!!! 



“Dan, konsekuensinya, ada banyak kebenaran (many truths) dalam tradisi dan agama-agama.  Nietzsche menegasikan adanya ‘Kebenaran Tunggal’ dan justru bersikap afirmatif terhadap banyak kebenaran.  Mahatma Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan bahwa semua agama – entah Hinduisme, Buddhisme, Yahudi, Kristen, Islam, Zoroaster, maupun lainnya – adalah benar.  Dan, konsekuensinya, kebenaran ada dan ditemukan pada semua agama.  Agama-agama itu diibaratkan, dalam nalar pluralisme Gandhi, seperti pohon yang memiliki banyak cabang (many), tapi berasal dari satu akar (the one).  Akar yang satu itulah yang menjadi asal dan orientasi agama-agama.  Karena itu, mari kita memproklamasikan kembali bahwa pluralisme sudah menjadi hukum Tuhan (sunnatullah) yang tidak mungkin berubah.  Dan, karena itu, mustahil pula kita melawan dan menghindari.  Sebagai muslim, kita tidak punya jalan lain kecuali bersikap positif dan optimistis dalam menerima pluralisme agama sebagai hukum Tuhan.”  (Sukidi, dari koran Jawa Pos, 11 Januari 2004).

Dari uraian yang panjang ini, mari kita bagi menjadi dua bagian, yaitu sebab dan akibat.  Pernyataan ‘sebab’ dalam rangkaian kalimat ini adalah pendapat dua orang manusia, yaitu Nietzsche dan Mahatma Gandhi.  Dua orang manusia!  Bernapas, berdaging, dan kini sudah sama-sama mati.  Apa akibat yang ditimbulkan dari ‘sebab’ tadi?  Karena Nietzsche dan Mahatma Gandhi berkata begini-begitu, maka (menurut Sukidi) kita harus memproklamasikan pluralisme sebagai hukum Tuhan.  Siapakah sebenarnya Nietzsche dan Mahatma Gandhi, hingga kata-katanya harus kita telan bulat-bulat?  Sesukses apakah hidupnya dibandingkan dengan Muhammad saw.?  Jika kata-kata Rasulullah saw. (yang merupakan manusia paling berpengaruh di dunia hingga detik ini) pun harus dikritisi (menurut kaum liberalis dan pluralis), maka mengapa dua manusia ini tidak perlu dikritisi?  Kritik saya satu saja : buktikan bahwa semua agama mengandung kebenaran yang sama!  Umat Islam tidak mungkin menerima konsep trinitas, dan umat Kristiani pastilah menolak kalau kaum perempuannya dipakaikan jilbab.  Samakah Islam dan Kristen?  Samakah Hindu dan Yahudi?  Samakah Buddha dan Zoroaster?  Adapun mengenai masalah pluralisme yang dianggap sebagai sunnatullaah yang tidak bisa dilawan, saya sudah menjelaskannya pada bagian sebelumnya.



“Jika kelak di akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya tersenyum simpul.  Sambil menunjukkan surga-Nya yang Mahaluas, di sana ternyata telah menunggu banyak orang, antara lain; Jesus, Muhammad, Sahabat Umar, Gandhi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin, Baharudin Lopa, dan Munir!”  (Sumanto Al-Qurtuby, dari buku Lubang Hitam Agama).

Sekali lagi, pernyataan ini diawali dengan kata “jika” dan “mungkin”.  Artinya, hanya sebuah kemungkinan yang mampu dipikirkan oleh benak seorang Sumanto.  Saya menganggapnya sebagai sebuah hipotesa yang tidak perlu ditanggapi serius karena memang sama sekali tidak ilmiah. 



* * * * * * *



Anda perlu gambaran lebih lanjut?  Saya akan mengutip beberapa tulisan Sumanto Al-Qurtuby dalam bukunya yang berjudul Lubang Hitam Agama.  Silakan Anda menilai sendiri!

·         “Bahkan sesungguhnya hakekat Al-Qur’an bukanlah ‘teks verbal’ yang terdiri atas 6666 ayat bikinan Utsman itu melainkan gumpalan-gumpalan gagasan.” (hal. 42)

·         “Al-Qur’an bagi saya hanyalah berisi semacam ‘spirit ketuhanan’ yang kemudian dirumuskan redaksinya oleh Nabi.” (hal. 42)

·         “Seandainya (sekali lagi seandainya) Pak Harto berkuasa ratusan tahun, saya yakin Pancasila ini bisa menyaingi Al-Qur’an dalam hal ‘keangkeran’ tentunya.” (hal. 64)

·         “Di sinilah maka tidak terlalu meleset jika dikatakan, Al-Qur’an, dalam batas tertentu, adalah “perangkap” yang dipasang bangsa Quraisy (a trap of Quraisy).” (hal. 65) 

Na’uudzubillaah!



* * * * * * *



Ya Allah, lindungilah aku, orang tuaku, keluargaku, keturunanku, guru-guruku, karib kerabatku, para teman dan sahabatku, dan seluruh Muslim dan Muslimah di seluruh dunia dari segala keinginan untuk menantang Engkau Yang Tidak Tertandingi.  Hilangkanlah kesombongan dari hati kami, meski secuil pun.  Cegahlah kami dari segala tindakan yang mengotori kesucian-Mu, karena Engkau Maha Suci dari apa-apa yang mereka sifatkan pada-Mu.  Gagalkanlah setiap langkah kami menuju kedurhakaan pada-Mu, dan jauhkanlah kami dari orang-orang yang tidak rela menyerah tanpa syarat kepada-Mu.  Kuatkanlah pijakan kami, dan jangan biarkan hati kami berpaling dari-Mu, walau sebentar.  Ya Allah, mereka telah memulai pertempuran ini.  Maka janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang melarikan diri.



Aku bersaksi, tiada ilah selain Allah.
Dan aku bersaksi, Muhammad adalah utusan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar