Definisi Sepilis
"SEPILIS" adalah singkatan dari SEKULARISME, PLURALISME dan LIBERALISME.
SEKULARISME ialah suatu isme (aliran pemikiran/pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta "mengimani" bahwa agama harus dipisah dari negara, sehingga dalam mengelola negara tidak boleh membawa simbol / atribut agama apalagi ajaran agama. Dalam prakteknya, SEKULARISME telah menjadi suatu IDEOLOGI yang ANTI AGAMA, bahkan MEMUSUHI AGAMA.
PLURALISME ialah suatu isme (aliran pemikiran / pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta “mengimani” bahwa semua agama SAMA dan BENAR, sehingga SIAPA PUN - termasuk Nabi dan Rasul sekali pun - TIDAK BERHAK mengklaim ajaran agamanya yang paling benar. Dalam prakteknya, PLURALISME telah menjadi suatu IDEOLOGI LINTAS AGAMA yang mencampur- adukkan ajaran semua agama.
LIBERALISME ialah suatu isme (aliran pemikiran / pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta "mengimani" banwa nash AI-Qur'an dan As-Sunnah harus tunduk kepada AKAL dan bahwasanya manusia memiliki KEBEBASAN MUTLAK. sehingga SIAPA PUN - termasuk Tuhan sekali pun - TIDAK BERHAK untuk mewajibkan / mengharamkan sesuatu atas manusia Karena WAJIB / HARAM adalah pemasungan kebebasan dan pemerkosaan HAM. Dalam prakteknya, LIBERALISME telah menjadi suatu IDEOLOGI yang MEMBOLEHKAN berbagai kemunkaran, seperti pornografi / pornoaksi, perzinahan, homosex, lesbian, pelacuran. pemurtadan, aliran sesat dan penistaan agama.
FATWA MUI No. 7 Tahun 2005
Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme Agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan hukumnya HARAM.
PLURALISME tidak sama dengan PLURALITAS
Islam menolak PLURALISME karena merupakan IDEOLOGI PENCAMPUR-ADUKKAN AQIDAH. Tapi Islam menerima PLURALITAS karena merupakan SUNNATULLAH sebagai Dinamika Kehidupan yang menghargai keragaman kemajemukan dan kebhinekaan.
Karenanya, umat Islam bisa hidup berdampingan dengan umat beragama lain secara damai penuh toleran, saling menghargai dan menghormati. Tiap umat beragama bebas meyakini kebenaran agamanya masing-masing. dan bebas untuk tidak menerima kebenaran agama lain, namun tidak boleh menistakannya. Mereka tidak boleh dipaksa untuk membenarkan agama lain sebagaimana yang dilakukan KAUM SEPILIS.
Intinya, Islam sangat menghargai KEBEBASAN BERAGAMA, tapi menolak PENCAMPUR-ADUKAN AGAMA dan PENODAAN AGAMA.
BUKTI KESESATAN SEPILIS
Buku FIQIH LINTAS AGAMA karya Tim Penulis PARAMADINA yang terdiri dari Prof DR. Nurcholish Majid (Pendiri Paramadina), Prof. DR. Komaruddin Hidayat (RektorUIN Jakarta), DR. Kautsar Azhari Noer (Dosen UIN Jakarta), DR. Zainun Kamal (Dosen UtN Jakarta). KH, Masdar F. Mas'udi (Ketua PBNU), Zuhain Misrawi, Lc (Kader Muda NU dan anggota Baitul Muslimin Indonesia–PDIP), Budhy Munawar Rachman (Dir. Program Paramadina), Ahmad Gaus AF (Dir. Publikasi Liberal for All Foundation - USA), dan sebagai Editor; Mun'im A. Sirry, MA (Peneliti Paramadina). Diterbitkan oleh Yayasan Waqaf Paramadina & The Asian Foundation, tahun 2004. Isi bukunya sebagai berikut:
- Menghina FIQIH sebagai belenggu kehidupan dan memfitnahnya sebagai ajaran yang mendiskreditkan agama lain, bahkan sebagai penyebar kebencian dan kecurigaan terhadap agama Islam. (Kata Pengantar hal. ix dan Mukadimah hal. 2).
- Mengnina periode dan generasi AS-SALAF ASH-SHOLIH sebagai penyebab kebekuan pemahaman, dan memfitnah IMAM SYAFI'I sebagai penyebab tidak berkembangnya pemikiran Islam lebih dua belas abad. (Mukadimah hal 4- 5).
- Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah DISKRIMINATIF, EKSKLUSIF dan FUNDAMENTALISTIK. (hal. 142).
- Umat beragama apa pun tidak kafir, karena semua agama sama dan benar. sehingga tidak boleh ada yang mengklaim bahwa agarnanya yang paling benar. (hal 133, 167, 206 - 207).
- Atas Dasar HIKMAH dan KEMASLAHATAN persaudaraan, persahabatan, kedamaian, kerukunan, solidaritas, persatuan dan kehangatan pergaulan antar umat beragama, maka :
- BOLEH mengucapkan SALAM kepada NON MUSLIM, bahkan WAJIB menjawab salam mereka. (hal. 72. 77 - 76).
- BOLEH mengucapkan SELAMAT NATAL alau Selamat Hari Besar Agama apa pun, bahkan BOLEH ikut merayakannya (hal.84-85).
- BOLEH MENDO'AKAN dan MINTA DO'A dari NON MUSLIM, termasuk DO'A BERSAMA, bahkan semua itu DIANJURKAN. (hal. 102 -103, 107).
- BOLEH MASUK MASJID mana saja dan kapan saja bagi NON MUSLIM, termasuk MASJIDIL HARAM dan MASJID NABAWI. (hal. 110 & 118).
- Hukum JIZYAH melecehkan NON MUSLIM, maka harus DINASAKH. (hal.151- 152).
- BOLEH Kawin Beda Agama dan HARUS ada Waris Beda Agama (hal. 164 & 167).
Buku LOBANG HITAM AGAMA karya Sumanto AI-Qurtuby (alumnus IAIN Semarang) dengan Pengantar : Ulil Abshar Abdalla (Kader Muda NU, Pendiri JIL dan Dir. Freedom Institute), dan di-endos cover yang penuh pujian oleh : Gus Dur (Mantan Ketua PBNU & Mantan Presiden RI), DR. Moeslim Abdurrahman (Cendikiawan Muhammadiyah), Anif Sirsaeba Alafsana (Pengasuh Pesantren Karya Basmala Indonesia), Ahmad Tohari (Budayawan), dan Trisno S. Sutanto (Pengamat Sosial dan Keagamaan). Diterbitkan oleh Ilham Institute dan Rumah Kata, tahun 2005. Isinya sebagai berikut :
- Agama bukan produk Tuhan (hal. 31).
- Agama adalah penjajah budaya dan pemasung intelektual (hal. 55 & 58).
- Agama mematikan akal dan nalar (hal. 59).
- Agama sumber konflik dan pembawa bencana (hal 83 & 37).
- Islam adalah strategi budaya Muhammad dan merupakan sinkretik, serta campuran budaya: Judaisme, Kristianisme dan Arabisme (hal 216. 217 dan 225).
- Penulisan bahasa arab adalah Arabisme (hal. 22S)
PENISTAAN TERHADAP AL-QUR'AN :
- Kemaslahatan lebih diutamakan daripada ayat-ayat Tuhan (hal. 31).
- Umar ikut menciptakan Al-Qur'an (hal. 32).
- Teks Al-Qur'an tidak autentik (hal. 34 & 37).
- Nabi dan para sahabat adalah para pencipta Al-Qur'an (hal. 43).
- Al-Qur'an angker dan perangkap bangsa Quraisy, serta dibuat oleh manusia dan bukan kitab suci (hal. 64 - 65)
- Al-Qur'an membelenggu kebebasan dan rnenciptakan tragedi kemanusiaan (hal. 117).
- Muhammad, Islam dan Al-Qur'an tidak terlepas dari distorsi / penyimpangan (hal. 126).
- Kandungan Al-Qur'an kontroversi (hal. 142).
- Al-Qur'an saja bermasalah, apalagi Kitab Kuning (hal. 146).
PENISTAAN TERHADAP NABI, SHAHABAT & ULAMA :
- Utsman pelaku nepotisme dan keliru membuat mushaf Al-Qur'an (hal.39).
- Nabi dan para Tokoh Non Muslim seperti : Gandhi, Luther, Bunda Terresa & Romo Mangun bersama-sama menunggu di Surga (hal. 45).
- Kisah Heroik Para Nabi dan Mu'jizatnya hanya dongeng seperti : Sinetron "Saras 008” atau kisah heroik James Bond (hal. 58).
- Nalar Politik Tirani dibentuk oleh Khulafa' Rasyidin (hal 124).
- Para sahabat Nabi telah memperagakan Politik Islam dengan sangat sempuma mengerikannya (hal. 134).
- Imam AI-Mawardi mengkhianati hak-hak rakyat dan seorang Rasis / Arabisme (hal150 & 155).
- Doktrin Politik Sunni ambigu dan out of date / kadaluarsa (hal 167).
- Al-'Asy'ari dan Al-Ma'turidi menjalin persekongkolan politik (hal. 171).
- Ahlus Sunnah wal Jama'ah (ASWAJA) adalah sekte yang telah memanipulasi teks-teks keagamaan (hal. 229).
PENISTAAN TERHADAP SYARI'AT ISLAM :
- Syari'at Islam menciptakan gerombolan mafia dan anjing-anjing penjilat kekuasaan (hal. 70).
- Syari'at Islam diskriminatif terhadap perempuan dan non muslim (hal.131-132).
- Formalisasi Syari'at Islam bukan hanya Utopis, tapi juga Tirani (hal. 134).
PERNYATAAN TOKOH-TOKOH SEPILIS INDONESIA DAN JAWABANNYA
“Semua
agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang
paling benar.” (Ulil
Abshar Abdalla,
dari majalah GATRA, 21 Desember 2002).
Pertanyaan
pertama yang harus diajukan adalah : apakah Ulil sudah pernah melakukan studi
perbandingan agama sebelumnya? Jika ya, agama-agama apa sajakah yang
sudah diperbandingkannya? Selain itu, sebagai manusia yang intelek, seharusnya
ia tidak membuat klaim begitu saja, melainkan memberikan bukti-bukti yang
konkrit. Alangkah lebih baik jika ia membuat sebuah buku yang membuktikan
bahwa semua agama itu sama, atau menyelenggarakan sebuah seminar tentang itu,
kemudian menjadikannya sebagai rujukan dalam wawancara, agar para pembaca tidak
menelan bulat-bulat apa yang dikatakannya. Kecuali, barangkali, ia memang
ingin ucapannya ditelan bulat-bulat. Jika ini yang terjadi, maka Ulil dan
Islam Liberal sebenarnya adalah sebuah gerakan ekstremis yang dilandasi oleh
pemahaman yang fanatik. Terakhir, jika memang ia menganggap semua agama
itu benar, mengapa ia mencatut nama Islam dalam organisasinya? Alangkah
lebih baiknya ia menyatakan diri sebagai penganut agama liberal dan mengubah
nama JIL menjadi JAL (Jaringan Agama Liberal). Menganut paham ‘semua
agama benar’ sekaligus menggunakan nama ‘Islam’ adalah suatu kontradiksi yang
amat mengherankan.
“Tapi,
bagi saya, all
scriptures are miracles,
semua kitab suci adalah mukjizat.” (Ulil Abshar Abdalla, dari koran Jawa Pos, 11 Januari
2004).
Sekali
lagi, perlu dipertanyakan (atas nama keilmiahan) sejauh mana Ulil telah
melakukan penelitian dan memperbandingkan semua kitab suci dari berbagai
agama. Samakah Al-Qur’an dengan Bible?
Bagaimana Ulil bisa berpendapat bahwa semua kitab suci adalah mukjizat?
Di manakah bukti-bukti kongkritnya? Jika ia tidak bisa menjawab, maka
sekali lagi, jelaslah bahwa JIL adalah organisasi ekstremis yang anggotanya
fanatik dan taqlid
buta pada pemimpinnya.
“Karenanya,
yang diperlukan sekarang ini dalam penghayatan masalah pluralisme antaragama,
yakni pandangan bahwa siapa pun yang beriman – tanpa harus melihat Agamanya apa
– adalah sama di hadapan Allah. Karena, Tuhan kita semua adalah Tuhan
Yang Satu.” (Budhy
Munawar Rahman,
dari buku Wajah
Liberal Islam di Indonesia
terbitan JIL).
Tentu
saja Tuhan kita semua adalah Tuhan Yang Satu, Yang Maha Esa. Apa pun
agamanya, hanya ada satu ilah
yang memegang kuasa penuh dan tak tertandingi. Namun masing-masing agama
memiliki definisi yang berbeda tentang ilah
ini. Umat Islam percaya pada Allah, umat Kristiani percaya pada konsep
trinitasnya. Samakah Allah dalam pemahaman agama Islam dengan konsep
trinitas yang dipegang teguh oleh umat Kristiani? Rasanya saya belum
pernah mendengar ada orang yang mengatakan bahwa kedua konsep ketuhanan ini
sama. Selain itu, nampaknya Budhy Munawar Rahman ini khawatir bahwa
memberikan predikat ‘kafir’ pada umat agama lain akan memicu kekerasan
antarumat beragama. Padahal, secara bahasa, ‘kafir’ berasal dari kata
yang sama dalam bahasa Arab yang artinya ‘ingkar’. Orang yang kafir
adalah orang yang ingkar terhadap sesuatu (dalam hal ini ingkar terhadap ajaran
Islam). Tidak ada konsekuensi yang buruk sama sekali atas keingkarannya itu,
karena Islam tidak merasa perlu memaksa orang lain untuk memeluk agama
Islam. Kekhawatiran kaum liberalis ini nampaknya mereka warisi dari para
mentornya yang berasal dari Eropa yang masih trauma dengan peristiwa inkuisisi,
yaitu pembantaian besar-besaran terhadap siapa saja yang dikategorikan ‘kafir’
oleh pihak Gereja.
“Jika
semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu
itu sendiri terdiri dari banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan
pemeluk tiap agama memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga ialah
keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan dan
ketakutan, tanpa melihat agamanya. Inilah jalan universal surga bagi
semua agama. Dari sini, kerja sama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi
mungkin.” (Abdul
Munir Mulkhan,
dari buku Ajaran dan
Jalan Kematian Syekh Siti Jenar).
Pertama,
ia mengawali pernyataan ini dengan kata “jika”. “Jika semua agama memang
benar sendiri…..” artinya adalah “belum tentu semua agama memang benar
sendiri…..”. Dengan sendirinya, semua pernyataan setelah itu adalah
sebuah hipotesa belaka dan tidak perlu dianggap sebagai sebuah fakta, karena ia
juga tidak pernah mengajukan secuil bukti dalam bentuk apa pun. Kedua, ia
melakukan sebuah kesalahan fatal, yaitu dengan menganggap dirinya sudah sama
dengan Tuhan atau mampu berpikir layaknya Tuhan. Dari mana datangnya
teori bahwa semua agama pasti diridhai oleh Allah? Entahlah! Saya
rasa tidak perlu dijawab, karena ia sendiri tidak mengajukan alasan apa
pun. Kesalahan fatal ketiga adalah dengan mengatakan bahwa teorinya
(yaitu dengan menganggap semua agama sama) adalah pembuka jalan bagi kerja sama
dan dialog antarumat beragama. Kenyataannya, kerja sama dan dialog dapat
terjadi tanpa harus mengakui teori Abdul Munir Mulkhan tersebut. Saya
menganggap kalimat terakhirnya itu adalah sebentuk megalomania yang menganggap
bahwa teorinya adalah teori sapu jagat yang bisa menyelesaikan masalah.
“Jadi,
pluralisme sesungguhnya adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin
dilawan atau diingkari.” (Nurcholis Madjid, dari buku Islam Doktrin
dan Peradaban).
Perlu
dipahami bahwa pluralitas dan pluralisme adalah dua hal yang berbeda.
Pluralitas adalah fakta bahwa manusia diciptakan dalam keadaan yang
berbeda-beda, sedangkan pluralisme (menurut definisi Nurcholis Madjid sendiri,
namun tidak disetujui oleh Frans Magnis Suseno) adalah paham yang mengatakan
bahwa semua agama itu sama, yaitu sama-sama benar. Apakah paham ini
adalah sunnatullah?
Apakah ia tak dapat dilawan? Sebaiknya Nurcholis Madjid bersikap bijak
dan menunggu hingga akhir jaman untuk melihat bukti apakah paham ini bisa
dilawan atau tidak. Kenyataannya, banyak orang yang sedang berjuang untuk
melawannya. Salah satunya adalah saya sendiri. Jadi, kalau Cak Nur
bilang bahwa pluralisme tidak mungkin dilawan, maka saya akan menjawab : “We’ll see.”
“Prinsip
lain yang digariskan oleh Al-Qur’an adalah pengakuan eksistensi orang-orang
yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan dengan begitu, layak
memperoleh pahala dari Tuhan. Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide
mengenai pluralisme keagamaan dan menolak eksklusifisme. Dalam pengertian
lain, eksklusifisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur’an.
Sebab Al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari
lainnya.” (Alwi
Shihab,
dari buku Islam
Inklusif ; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama).
Agaknya
Alwi Shihab terlalu bersikap curiga pada umat Islam sampai-sampai perlu
diinklusifkan. Padahal sudah sejak dahulu umat Islam tidak pernah
bersikap eksklusif, bahkan berhubungan baik dengan agama mana pun. Jika
memang ada sebagian Muslim yang bersikap ofensif terhadap umat agama lain, maka
yang perlu dilakukan adalah menasihatinya untuk kembali pada ajaran Rasulullah
saw., bukan mengarang-ngarang ajaran baru yang disebut sebagai ‘Islam Inklusif’
atau ‘Islam Pluralis’. Embel-embel apa pun yang disandingkan dengan nama
Islam menunjukkan bahwa ia bukanlah Islam murni. Apakah Alwi Shihab
hendak berkata bahwa Islam ini kekurangan sehingga perlu dilengkapi?
Sungguh sebuah gugatan yang amat tidak pantas terhadap Allah SWT!!!
“Dan,
konsekuensinya, ada banyak kebenaran (many truths)
dalam tradisi dan agama-agama. Nietzsche menegasikan adanya ‘Kebenaran
Tunggal’ dan justru bersikap afirmatif terhadap banyak kebenaran. Mahatma
Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan bahwa semua agama – entah Hinduisme,
Buddhisme, Yahudi, Kristen, Islam, Zoroaster, maupun lainnya – adalah
benar. Dan, konsekuensinya, kebenaran ada dan ditemukan pada semua
agama. Agama-agama itu diibaratkan, dalam nalar pluralisme Gandhi,
seperti pohon yang memiliki banyak cabang (many), tapi berasal dari satu akar (the
one). Akar yang satu
itulah yang menjadi asal dan orientasi agama-agama. Karena itu, mari kita
memproklamasikan kembali bahwa pluralisme sudah menjadi hukum Tuhan (sunnatullah) yang tidak mungkin berubah.
Dan, karena itu, mustahil pula kita melawan dan menghindari. Sebagai
muslim, kita tidak punya jalan lain kecuali bersikap positif dan optimistis
dalam menerima pluralisme agama sebagai hukum Tuhan.” (Sukidi, dari koran Jawa Pos, 11 Januari
2004).
Dari
uraian yang panjang ini, mari kita bagi menjadi dua bagian, yaitu sebab dan
akibat. Pernyataan ‘sebab’ dalam rangkaian kalimat ini adalah pendapat
dua orang manusia, yaitu Nietzsche dan Mahatma Gandhi. Dua orang
manusia! Bernapas, berdaging, dan kini sudah sama-sama mati. Apa
akibat yang ditimbulkan dari ‘sebab’ tadi? Karena Nietzsche dan Mahatma
Gandhi berkata begini-begitu, maka (menurut Sukidi) kita harus memproklamasikan
pluralisme sebagai hukum Tuhan. Siapakah sebenarnya Nietzsche dan Mahatma
Gandhi, hingga kata-katanya harus kita telan bulat-bulat? Sesukses apakah
hidupnya dibandingkan dengan Muhammad saw.? Jika kata-kata Rasulullah
saw. (yang merupakan manusia paling berpengaruh di dunia hingga detik ini) pun
harus dikritisi (menurut kaum liberalis dan pluralis), maka mengapa dua manusia
ini tidak perlu dikritisi? Kritik saya satu saja : buktikan bahwa semua
agama mengandung kebenaran yang sama! Umat Islam tidak mungkin menerima
konsep trinitas, dan umat Kristiani pastilah menolak kalau kaum perempuannya
dipakaikan jilbab. Samakah Islam dan Kristen? Samakah Hindu dan
Yahudi? Samakah Buddha dan Zoroaster? Adapun mengenai masalah
pluralisme yang dianggap sebagai sunnatullaah
yang tidak bisa dilawan, saya sudah menjelaskannya pada bagian sebelumnya.
“Jika
kelak di akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya
tersenyum simpul. Sambil menunjukkan surga-Nya yang Mahaluas, di sana
ternyata telah menunggu banyak orang, antara lain; Jesus, Muhammad, Sahabat
Umar, Gandhi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin, Baharudin Lopa,
dan Munir!” (Sumanto
Al-Qurtuby,
dari buku Lubang
Hitam Agama).
Sekali
lagi, pernyataan ini diawali dengan kata “jika” dan “mungkin”. Artinya,
hanya sebuah kemungkinan yang mampu dipikirkan oleh benak seorang
Sumanto. Saya menganggapnya sebagai sebuah hipotesa yang tidak perlu
ditanggapi serius karena memang sama sekali tidak ilmiah.
*
* * * * * *
Anda
perlu gambaran lebih lanjut? Saya akan mengutip beberapa tulisan Sumanto
Al-Qurtuby dalam bukunya yang berjudul Lubang
Hitam Agama. Silakan Anda menilai sendiri!
·
“Bahkan
sesungguhnya hakekat Al-Qur’an bukanlah ‘teks verbal’ yang terdiri atas 6666
ayat bikinan Utsman itu melainkan gumpalan-gumpalan gagasan.” (hal. 42)
·
“Al-Qur’an
bagi saya hanyalah berisi semacam ‘spirit ketuhanan’ yang kemudian dirumuskan
redaksinya oleh Nabi.” (hal. 42)
·
“Seandainya
(sekali lagi seandainya) Pak Harto berkuasa ratusan tahun, saya yakin Pancasila
ini bisa menyaingi Al-Qur’an dalam hal ‘keangkeran’ tentunya.” (hal. 64)
·
“Di
sinilah maka tidak terlalu meleset jika dikatakan, Al-Qur’an, dalam batas
tertentu, adalah “perangkap” yang dipasang bangsa Quraisy (a trap of Quraisy).” (hal.
65)
Na’uudzubillaah!
*
* * * * * *
Ya
Allah, lindungilah aku, orang tuaku, keluargaku, keturunanku, guru-guruku,
karib kerabatku, para teman dan sahabatku, dan seluruh Muslim dan Muslimah di
seluruh dunia dari segala keinginan untuk menantang Engkau Yang Tidak
Tertandingi. Hilangkanlah kesombongan dari hati kami, meski secuil
pun. Cegahlah kami dari segala tindakan yang mengotori kesucian-Mu,
karena Engkau Maha Suci dari apa-apa yang mereka sifatkan pada-Mu.
Gagalkanlah setiap langkah kami menuju kedurhakaan pada-Mu, dan jauhkanlah kami
dari orang-orang yang tidak rela menyerah tanpa syarat kepada-Mu.
Kuatkanlah pijakan kami, dan jangan biarkan hati kami berpaling dari-Mu, walau
sebentar. Ya Allah, mereka telah memulai pertempuran ini. Maka
janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang melarikan diri.
Aku
bersaksi, tiada ilah selain Allah.
Dan
aku bersaksi, Muhammad adalah utusan Allah.
Sumber: fpi.or.id dan muhibbun.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar