Minggu, 29 Juni 2014

3 Sebab Mengerikan Kenapa Pemilu (Demokrasi) itu Tak Ada Gunanya dan Tak Akan Pernah Membawa Perubahan Baik Apa-Apa

Sebentar lagi, 9 April 2014, Pesta Demokrasi akan segera dimulai ya? Beberapa orang udah nggak sabar lagi pingin cepat-cepat "nyoblos", karena katanya supaya perubahan yang lebih baik di Indonesia bisa segera terwujudkan.

Padahal, usaha merubah Indonesia ke arah yang lebih baik, melalui jalur pemilu Demokrasi seperti itu, adalah hal yang utopis. Nggak akan pernah terjadi. Berikut ini 3 sebab mengerikannya.

1. Visi-Misi Calegnya Geje

Pertanyaannya, gimana sih detail proses perubahan ke arah kebaikan yang diharap-harapkan itu? Kan kalau kata opung Einstein kan, sekiranya kita melakukan hal-hal yang itu-itu saja, tapi berharap dapat hasil yang berbeda, itu namanya gila. Bodoh juga bisa kita bilang.

Nah, alhamdulillah, rakyat Indonesia ini sudah semakin banyak yang tambah cerdas. Sekiranya para caleg mau "mencuri hati" para rakyat, maka para caleg itu harus bisa mempresentasekan argumen yang cerdas, based on data and the fact, yang minimal yah isi presentasenya itu menunjukkan perbedaan antara apa sistem yang membuat Indonesia ini terpuruk, dengan sistem  apa yang akan membuat Indonesia ini akan jaya

Kampanye yang Tidak Kredibel
Sayangnya, malah beberapa calegnya yang masih belum cerdas. Mereka maunya "mencuri hati" para rakyat, tapi nggak mempresentasekan planning apa yang akan mereka lakukan, supaya ada perubahan yang baik pada Indonesia. Kalau pun ada, tapi argumennya cacat. Kerapnya, cuma mendogma rakyat saja, "Pilih aku! Pilih aku!" tanpa memberikan alasan detail, apalagi melarang kita bertanya "WHY?". Inilah sejatinya pembodohan.

Kalau ibaratnya kita ini dosen, calegnya itu mahasiswa TA. Jika skripsinya mau kita luluskan, haruslah kita tanya mana datanya, mana faktanya, itu menurutmu pribadi atau hasil survey, maka dia nggak bisa jawab. Jadinya, nggak layaklah kita "kasih hati". Atau, ibaratnya juga kayak kita ini investor, calegnya itu orang yang lagi mempresentasekan business plannya. Tapi sayangnya bissplannya cacat, nggak bisa menjawab pertanyaan kita. Yah mana mungkin kita suntikkan dana? (baca: kasih suara).

Kongres Mahasiswa Indonesia 2014

Jadi teringat Kongres Mahasiswa Indonesia 2014 pada tanggal 2 Maret kemarin. Mereka punya konsep politik yang worked well, applicable dan holistik. Dan mereka berani diajak diskusi, kita tanya apa aja, mereka bisa menjawabnya. Pun, jawabannya memuaskan akal, menentramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah. Visi-misinya jelas.

Kok bisa? Yaiyalah, ternyata konsepnya dikutip dari Al-Qur'an dan Assunnah. Dari Allah Yang Maha Kuasa. Yah pasti sempurnalah! Hehehe!

2. Sistemnya Demokrasi yang Kufur

Pada poin kedua ini, saya akan coba bahas kembali apa yang telah saya bahas di Bab 6 buku Job Desc Pertama Remaja. Yakni, tentang Dark Age. Plus, apa yang terjadi setelahnya, yakni Zaman Renaisans (renaissance).

The Dark Age di Eropa

The Dark Age
Kenapa dinamakan dark age, karena bagi rakyat Eropa, itu adalah zaman nggak enak banget sistem negerinya.

Saat itu, yang bebas mengatur-atur negeri Eropa adalah orang-orang Gereja. Bahkan, Raja sekali pun kalau mau membuat suatu aturan, harus minta persetujuan dulu dari Dewan Gereja, "Bro, saya mau buat aturan begini begini begini untuk rakyat, boleh nggak yah?"

Jadi, seolah-olah si Rajanya itu bukan Raja. Tapi dewan Gerejanya itu seolah yang Raja.

Semua pemikiran dan tindakan rakyat, diawasi oleh Gereja. Nggak boleh ada yang seenaknya saja berbuat, tanpa kerelaan orang Gereja.
Ilmu pengetahuan apa yang boleh dipelajari dan dikembangkan, hanya boleh ditentukan oleh Gereja.
Cara memenuhi kebutuhan dan keinginan (seperti cara makan, cara berpakaian, dan sebagainya, hanya boleh ditentukan oleh Gereja.
Segala macam pemikiran, hanya boleh ditentukan oleh Gereja.
Pokoknya, peraturan apa yang boleh diterapkan di negara, hanya boleh ditentukan oleh Gereja.
Melihat hal ini, lumayan banyak orang yang stres sama perbuatan Gereja. "Hmph!" kesal mereka. Bahkan mau coba melawan apa-apa yang telah ditetapkan oleh Gereja.

Tapi, siapa yang ngelawan Gereja tersebut, maka akan ditangkap. Ada yang kemudian akan didera, dan bahkan ada yang kemudian dibunuh.

Salah satu kejadian yang cukup populer, yaitu kejadian meninggalnya Nicolaus Copernicus. Anda masih ingat? Dia kan yang bilang, bahwa matahari itu pusat alam semesta. Yang nantinya memang pendapatnya itu terbukti, hingga kita kenal teori tersebut dengan istilah, heliosentrisme.

Panel Atas: Geosentris VS Panel Bawah: Heliosentris
Sedangkan pihak Gereja, berpendapat bahwa Bumi itu datar, justru tata suryalah yang mengelilingi Bumi. Jadinya, pihak Gereja menganggap bahwa si Copernicus ini melawan nih. Hingga akhirnya dia pun dihukumi mati.

Dan masih banyak lagi kebodohan-kebodohan pihak Gereja dalam membuat kesimpulan, menolak sains, menolak pendapat rakyat, menuduh orang berbuat sihir, asal bunuh, dan lain-lain.

Soal kasus-kasus jeleknya sistem Gereja lainnya saat itu, bisa Anda simak di slide berikut ini. Atau Anda ketik saja di Google, "The Dark Age".

Sejarah Abad Kegelapan from Rully Febrayanty

Akhirnya, rakyat pun nggak bisa sabar lagi. Udah kapok ngeliat pihak Gereja nggak pandai menilai fakta, dan sering nggak mau menerima pendapat yang padahal masuk akal dan sesuai dengan hukum alam. Jadinya, beberapa rakyat Eropa sepakat, bahwa sistem yang seperti ini harus dihancurkan, "Mulai sekarang, jangan kasih pihak Gereja wewenang untuk ngatur-ngatur negeri kita!"

Sejarah The Dark Age

Sejak saat itu, mulailah digembar-gemborkan akidah sekulerisme. Yakni, pelarangan ayat-ayat kitab suci agama untuk mengatur-atur kehidupan masyarakat. Kemudian, diangkat pulalah bentuk pemerintahan Demokrasi. Yang tadinya segala macem aturan harus dari Gereja, sekarang jadi dari rakyat ajah, oleh rakyat juga, dan ntar untuk rakyat juga. Bahasa Jawanya, "Sak karakku dewe!". Bahasa Sundanya, "Kumaha aing weh!"

Besoknya, ketika ayat-ayat di Kitab Suci bilang, "Wajib begini.. Haram begitu..", maka itu tak berlaku lagi, kalau wajib-ini-haram-itunya dalam urusan bernegara. Yang dibolehin, kalau dalam urusan pribadi aja.

Contoh urusan yang perlu peran negara:
Hukum bagi pencuri harta.
Hukum bagi tukang penghamili anak orang, di luar nikah.
Hukum pengelolaan sumber daya alam seperti emas, minyak, air, dan sebagainya.
Hukum transportasi umum.
Dan lain-lain.
Contoh urusan yang cuma perlu diri pribadi aja:
Sholat
Dzikir
Puasa
Berkata ramah
Dan lain-lain.
Biar kita objektif, coba Anda pelajari lebih lanjut apa itu Sekulerisme, di Wikipedia english version, notabene sumbernya banyak dan berkualitas.

Ketika Demokrasi Nganggap Allah Nggak Terlalu Maha Kuasa

Awalnya memang, paham sekulerisme ini kan muncul di Eropa, dalam bentuk melawan Gereja Katolik. Sialnya, maknanya berkembang, menjadi perlawanan terhadap agama. Agama apa aja. Pokoknya agama. Ntah itu agama Katolik tadi, Islam, Hindu, Budha, dan lain-lain, yang namanya agama, nggak boleh ngatur pemerintahan. Itu sekulerisme.

Sudah begitu, malah tersebarluas ke negeri-negeri lainnya. Karena orang-orang sedunia kaget tapi kagum, melihat Eropa yang gara-gara meninggalkan agama, mereka jadi maju sains dan teknologinya. Kalau dulu kan, nggak maju-maju, karena dilarang Gereja. Inilah yang disebut dengan zaman renaisans.

Orang-orang luar Eropa terinspirasi luar biasa, untuk juga mencampakkan agama dalam urusan politik, "Wuih, keeereeenn Eropa jadi maju teknologinya! Gara-gara sistem negerinya Demokrasi!" Termasuk negeri muslim, sialnya malah ikutan kagum.

Padahal, seperti yang sudah kita bahas di artikel Sejarah Daulah Khilafah Islamiyyah, justru dengan agama Islam, negeri muslim jadi sejahtera, maju, alim, dan adidaya! Kalau ditinggalkan agamanya? Yah jadilah seperti sekarang, negara Islam Khilafah yang tadi luasnya 1/3 dunia, jadi terpecah-pecah jadi beberapa negara. Mulai miskin, mulai bodoh, dan mulai lemah.

Hijau: Luas Wilayah Negara Islam Khilafah
Sejatinya, bagi kaum muslim, nggak cocok sekuler-sekuler begitu. Bedanya: kalau pihak Gereja tadi kan mereka menolak sains, hal logis, dan hukum alam. Kalau Islam, justru logis, selaras dengan sains dan hukum alam.

Bahaya besarnya Demokrasi ini, siapa yang menganutnya, maka dia akan merubah pemahamannya yang tadi bilang "Allah itu Maha Kuasa", menjadi "Allah itu Agak-Agak Maha Kuasa Dikit". Kalau kita minta untuk praktekkin Al-Qur'an dan Assunnah dalam negara, mereka nggak mau. Alesannya banyak:
Hukum itu mengikuti zamanlah.
Yang haram nggak apa-apa selama ada sisi positifnyalah.
Disini banyak non-muslimnya jugalah.
Dan lain sebagainya. Persis seperti yang diwanti-wanti pribahasa melayu, "Kalau nak, seribu daye. Kalau tak nak, seribu dalih.."
Padahal, Islam adalah satu-satunya agama yang aturannya lengkap, dan memang jika dijalankan, maka pelakunya akan sukses. Yah wong yang jamin Allah? Dan lihat sekarang, sistem Demokrasi pun mulai menampakkan kecacatannya. Aturan dari nafsu manusia dan akalnya yang serba terbatas itu:
Tak mampu menyejahterakan rakyat.
Tak mampu mencerdaskan rakyat.
Tak mampu mencegah dan mengatasi kriminalitas.
Tak mampu membantu umat untuk menjadi ta'at pada Allah.

Buku Komik Khilafah* oleh Ustadz Felix Siauw
Inilah satu lagi sebab, kenapa pemilu 2014 nanti itu pasti tak akan membawa perbaikan apa-apa. Karena siapapun yang terpilih, mau dia baek kek, agak baek kek, atau jahat sekali pun kek, selama sistemnya demokrasi, kita tetep bakal mendapatkan dosa investasi, karena di negeri ini tetep bakal gencar riba, pemerkosaan, korupsi, aurat, miras, tempat pelacuran, penjajahan asing, maksiat, dan sebagainya.

Yang perlu itu bukan hanya pemimpin yang amanah, tapi juga sistem kepemimpinan yang amanah. Begitu tagline buku komik Khilafah* karya Ustadz Felix Siauw.

Jadi jelas, sebaiknya, Anda jangan membantu para caleg-caleg itu, untuk melegalkan hukum-hukum yang tidak diridhai Allah tersebut.

3. Orang-Orang di Parlemen Takkan Benar-Benar Bisa Membela Indonesia (Meskipun Mereka Mau Banget!)

Banyak yang melihat politik Indonesia itu, hanya dalam ruang nasional aja. Harusnya, lebih luas lagi, internasional!

Makanya nggak heran, banyak yang belum tahu, bahwa aslinya Indonesia ini masih dijajah. Karena Indonesia ini punya banyak hutang, apalagi SDAnya dikuasai oleh Kapitalis Amerika dan Israel, maka kaum Kapitalis pun jadinya punya hak dan wewenang untuk ngatur-ngatur Indonesia.

Aslinya, yang namanya Presiden, MPR, DPR, dan lain-lainnya yang "katanya" kerjaannya memanage Indonesia, nyatanya mereka tidak bisa benar-benar mengatur Indonesia. Sekiranya mereka mau berbuat sesuatu terhadap Indonesia, mereka harus minta persetujuan dulu dari Kapitalis Barat, "Bos, Indonesia boleh kami beginiin nggak?" Kalau para Kapitalis profit, okeh, jalan. Kalau para Kapitalis rugi, oh, jangan, jangan, jangan.

Kalau ngelawan? Silahkan angkat kaki. Makanya, nggak jarang, kita lihat banyak orang yang baiiiiiiik banget, dosen ternama, Ustadz, pengusaha berintegritas, dan sebagainya yang baik-baiklah pokoknya, ketika dia masuk parlemen, besok-besoknya, dia kehilangan identitasnya. Tau-tau, dia nerima suap. Tau-tau, menolak syariat. Tadinya niatnya masuk Parlemen untuk "mewarnai", eh, malah jadi "terwarnai".

Bukannya Mengubah, Malah Diubah
Source: Click
Karena memang itulah job descnya masuk parlemen: maksiat. SOPnya: menguntungkan kaum Kapitalis, dengan cara apapun, terlepas caranya halal atau haram.

Itulah yang terjadi karena pemimpin Indonesianya lemah, bodoh, dan nggak paham Islam. Jadinya, hutang menumpuk, SDA dikuasai asing, yasudah, Indonesia menjadi boneka..

So, masih ngarep mengubahnya lewat jalan Parlemen? Wah, bahaya.. Yah itu tadi, ntar yang ada malah nerima suap, dan menyuap. Yang pastinya, diharuskan untuk melegitimasi pendirian tempat pelacuran, penggunaan riba, dan maksiat lainnya.

Hm, begini saja. Anda, nggak usah kesel dan ribet musingin kata-kata saya barusanlah. Bolehlah sejenak, anggap saya ini tidak ada, tidak pernah lahir, dan tidak pernah mengatakan hal tersebut. Tapi, coba bayangkan, kalau Allah yang ngomong begitu. Allah yang nanya Anda, kenapa Anda bantu mereka melegalkan kemaksiatan. Nah, mau jawab apa Anda?

Jadi, Bagusnya Kita Ngapain? Solusinya Apa Dong?

Kalau memilih itu bukan solusi, tapi nggak milih kan juga bahaya? Ntar Indonesia malah hancur lagi, kalau nggak ada yang ngatur? Baguslah, revolusi aja. Biar kita tegakkan Syariat Allah! Hehehe!

Saya udah bosen denger kalimat unreasonable fear seperti itu. Takut orang Jahat yang jadi Presidenlah, takut yang lebih buruk naiklah, dan sebagainya. Kayak nggak ada pilihan lain aja selain buruk dan buruk banget? Padahal ada pilihan ketiga, yaitu, revolusi.

Jadi kalau sudah begitu, baiknya apa yang kita lakukan sekarang, sudah saya bahas di artikel Dosa Investasi tadi. Silahkan, Anda praktekkan saja.

Post @Dani Siregar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar